Oleh : Indra Gusnady
OPINI - Minggu pertama dan kedua bulan Desember setiap tahunnya, menjadi hari-hari dengan intensitas kesibukan yang meningkat dari biasanya, terutama pada Badan Pengelola Keuangan Daerah di setiap Provinsi di Indonesia.
Betapa tidak, seluruh Kabupaten/Kota, mengantarkan Perda R-APBD beserta Perkada penjabarannya yang telah disahkan oleh DPRD masing-masing, untuk dilakukan 'Review' oleh Pemerintah Provinsi.
Sesuai amanat Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah Provinsi hanya diberi waktu 15 hari untuk melakukan 'Review' terhadap R-APBD Kabupaten/Kota di Wilayahnya.
Adapun materi 'Review' itu berdasarkan Pedoman yang dikeluarkan setiap tahunnya oleh Kementerian Dalam Negeri, disesuaikan dengan Tema dan Prioritas Pembangunan Nasional. Untuk penyusunan APBD Tahun 2022, mengacu kepada Permendagri No 27 Tahun 2021.
Penekanan yang berbeda dalam Penyusunan R-APBD dalam 2 tahun terakhir dibandingkan tahun-tahun sebelumnya adalah kewajiban bagi Kabupaten/Kota untuk menggunakan 1 aplikasi berbasis Web yang bernama SIPD (Sistim Informasi Pemerintah Daerah).
SIPD sendiri dibangun dalam rangka mewujudkan 'Satu Data Indonesia' seperti yang diamanatkan Peraturan Presiden no.39 Tahun 2019.
Sebelumnya, Pemerintah Daerah dalam melakukan proses perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah menggunakan aplikasi yang beragam dan tidak terintegrasi dengan pemerintah Provinsi dan Pusat.
Kondisi ini tentu menyulitkan Pemerintah Pusat dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program pembangunan dan pengelolaan keuangan di daerah. Terutama, ketika diperlukan mengambil kebijakan secara nasional pada kondisi 'darurat mendesak'. Sepertinya halnya 'refocussing' anggaran pada saat pandemi covid-19 ditahun 2020, Pemerintah Pusat 'keteteran' karena tidak punya data 'up-to-date' tentang kondisi keuangan di daerah.
Sehingga, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri merasa perlu meakukan percepatan implementasi 'satu data indonesia', dengan mewajibkan seluruh kabupaten/kota menggunakan SIPD dalam proses penyusunan APBD tahun 2021 dan 2022. Meskipun, SIPD sendiri dalam proses pengembangan ‘Learning by Doing’.
Baca juga:
Pledoi Pawang Hujan Mandalika
|
Permendagri 27 Tahun 2022, juga sangat detail memberikan rambu-rambu program dan alokasi anggaran yang harus diprioritaskan oleh daerah. Terkait dengan alokasi penggunaan dana transfer ke daerah, kewajiban yang menyertai, termasuk pengalokasian dana untuk penanggulangan Covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi.
Pengalokasian anggaran, untuk kewenangan yang bersifat Mandatory seperti ; Pandidikan, kesehatan, infrastruktur, pemenuhan Standar Pelayanan minimal, merupakan kewajiban lainnya yang harus disediakan oleh Pemerintah kabupaten/kota.
Disamping materi pokok Rancangan Perda APBD dan Perkada Pejabaran APBD tahun 2022 beserta lampiran-lampiranya, dalam Review R-APBD kali ini Pemerintah kabupaten/Kota diwajibkan juga menyampaikan laporan sinkronisasi kebijakan dan penyelarasan program pemerintah kabupaten/kota dengan program prioritas provinsi dan nasional.
Khusus di Propvinsi Sumatera Barat, penekanan pada percepatan penanggulangan 'Stunting' dan sharing penganggaran pengembangan industri kepariwisataan utama antara kabupaten/kota dan provinsi dengan prosentase 60?n 40%.
Dengan demikian, Review R-APBD Tahun 2022 oleh Pemerintah Provinsi lebih memberi penekanan Sinergitas dan keselarasan Peioritas Pembangunan antara Pusat dan Daerah. Disamping Review hal-hal yang bersifat teknis penganggaran lainnya.
Dengan keterbatasan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, ditambah lagi Dana Transfer Pusat ke daerah yang cenderung berkurang sebagai akibat realisasi penerimaan negara dari pajak yang juga menurun. Maka, perlu menejemen perencanaan dan penganggaran yang efektif dan efisien dilakukan oleh Kabupaten/Kota.
Kata kuncinya adalah 'Smart' dalam mengelola APBD. Mewujudkan visi-misi daerah yang tertuang dalam program prioritas daerah namun harus tetap bersinergi dan selaras dengan program prioritas provinsi dan nasional.
Tidak masanya lagi, Pemerintah Kabupaten/Kota membuat program-program 'Prestesius' yang menghabiskan banyak anggaran tapi azas manfaatnya tidak begitu besar bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Apalagi, jika tidak selaras dan sinergis dengan program prioritas Propinsi dan Nasional. (***)